07 Agustus 2008

Nasib RTH di tengah padatnya kota...

Kalo mau diperhatiin lebih jauh, luasan ruang terbuka hijau (RTH) sekarang cenderung menurun apalagi di kota-kota besar karena kebutuhan infrastruktur dan fasilitas perkotaan lainnya yang makin tinggi. Jakarta salah satunya. Kota ini keliatannya gagal menuhin ketetapan yang udah diputusin dalam konferensi di Johannesburg taun 2002 lalu. Banyak penyebab kenapa luasan ruang terbuka hijau di ibukota Negara Indonesia ini terus-menerus berkurang meskipun jajaran pemerintah propinsi DKI Jakarta keliatan getol ngusahain perbaikan.

RTH seolah jadi bagian kota yang paling mudah untuk dikorbanin. Bisa dimaklumi memang, mengingat RTH ga ngasih manfaat secara langsung. Beda sama sarana dan prasarana lain yang punya dampak yang bisa dirasain langsung. Padahal dengan tingginya tingkat urbanisasi di Jakarta, jumlah kendaraan yang menuhin jalanan jadi makin banyak, itu berarti polusi yang ditimbulkan juga makin banyak. Polusi suara dan udara jadi makin tinggi bikin lingkungan jadi ga sehat banget. Ini juga bisa nimbulin gangguan pernapasan sampe bikin stress ringan. Dengan makin banyaknya ruang terbangun di kota ini juga bikin jumlah vegetasi yang mampu menyerap air hujan jadi sedikit, akibatnya terjadi limpasan permukaan. Makanya kalo Jakarta diguyur hujan meski intensitas dan waktunya ga lama, kota ini sudah 'berenang'. Imbasnya bikin kemacetan di ruas-ruas jalan tertentu. Parahnya, di daerah selatan Jakarta yang merupakan daerah yang lebih tinggi (Puncak dan sekitarnya) sekarang udah jadi hutan villa mewah. Makanya ga ada lagi daerah tangkapan hujan untuk Jakarta dan daerah-daerah lain di sekitarnya yang lebih rendah.

Satu hal lagi, kalo ruang terbuka hijau ini dipengaruhi banget sama persepsi masyarakat. Umunya di Negara berkembang, pembangunan biasanya lebih difokusin ke pertumbuhan ekonomi. Banyak upaya dilakuin buat genjot pertumbuhan ekonomi seperti pembangunan infrastruktur yang ga terlalu perhatiin lingkungan. Masyarakat juga lebih mentingin kepentingan ekonomi dari pada kelestarian lingkungan. Sebagai contoh sederhana, ilangnya hutan lindung di berbagai kawasan karena adanya penebangan liar. Beda sama Negara-negara maju yang perekonomiannya udah stabil dan sekarang coba jaga kelestarian lingkungan.

Dengan kepadatan penduduk Jakarta sekitar 176 jiwa per hektar (2005), tentunya bikin pemerintah DKI Jakarta kelimpungan untuk jaga keseimbangan lingkungan ini. Pembangunan berbagai infrastruktur juga terus ditingkatin guna menuhin kebutuhan warganya dan warga BoDeTaBek yang pada siang hari bekerja di Jakarta. Tapi di sisi lain pemerintah juga sadar kalo terjadi penurunan daya dukung lingkungannya. Salah satu masalah yang disebabin oleh tingginya urbanisasi tanpa dibarengi dengan penambahan “infrastuktur” hijau ini yaitu intrusi air laut yang kabarnya sekarang udah mencapai 14 kilometer hingga Istana Presiden. Nah, lo ?!

Tidak ada komentar: